Misteri Hajar Aswad dan Ka’bah
Para astronot telah menemukan bahwa planet Bumi itu mengeluarkan semacam radiasi, secara resmi mereka mengumumkannya di Internet, tetapi sayang nya 21 hari kemudian website tersebut raib yang sepertinya ada asalan tersembunyi dibalik penghapusan website tersebut.
Setelah melakukan penelitian lebih lanjut, ternyata radiasi tersebut berpusat di kota Mekah, tepatnya berasal dari Ka’Bah. Yang mengejutkan adalah radiasi tersebut bersifat infinite ( tidak berujung ), hal ini terbuktikan ketika mereka mengambil foto planet Mars, radiasi tersebut masih berlanjut terus. Para peneliti Muslim mempercayai bahwa radiasi ini memiliki karakteristik dan menghubungkan antara Ka’Bah di di planet Bumi dengan Ka’bah di alam akhirat.
Di tengah-tengah antara kutub utara dan kutub selatan, ada suatu area yang bernama ‘Zero Magnetism Area’, artinya adalah apabila kita mengeluarkan kompas di area tersebut, maka jarum kompas tersebut tidak akan bergerak sama sekali karena daya tarik yang sama besarnya antara kedua kutub.
Itulah sebabnya jika seseorang tinggal di Mekah, maka ia akan hidup lebih lama, lebih sehat, dan tidak banyak dipengaruhi oleh banyak kekuatan gravitasi. Oleh sebab itu lah ketika kita mengelilingi Ka’Bah, maka seakan-akan diri kita di-charged ulang oleh suatu energi misterius dan ini adalah fakta yang telah dibuktikan secara ilmiah.
Penelitian lainnya mengungkapkan bahwa batu Hajar Aswad merupakan batu tertua di dunia dan juga bisa mengambang di air. Di sebuah musium di negara Inggris, ada tiga buah potongan batu tersebut ( dari Ka’Bah ) dan pihak musium juga mengatakan bahwa bongkahan batu-batu tersebut bukan berasal dari sistem tata surya kita.
Dalam salah satu sabdanya, Rasulullah SAW bersabda, “Hajar Aswad itu diturunkan dari surga, warnanya lebih putih daripada susu, dan dosa-dosa anak cucu Adamlah yang menjadikannya hitam. ( Jami al-Tirmidzi al-Hajj (877)
Asal dan Sejarah Hajar Aswad
Sebuah batu bundar yang berwarna hitam dan berlubang, terletak di  sudut timur Kaabah atau sebelah kiri Multazam (antara Hajar  Aswad dan pintu Kaabah), tingginya sekitar 150 sentimeter, di atas  tanah.
Batu ini mempunyai lingkaran sekitar 30 sentimeter dan garis tengah  10 sentimeter, lebih besar daripada lingkaran muka seseorang. Kerana  itu, seseorang yang ingin mencium batu ini harus memasukkan mukanya ke  dalam lubang itu. Kepala yang besar pun dapat dimasukkan ke dalam lubang  batu hitam ini. Bahagian luar batu hitam ini diikat dengan pita perak  yang berkilat.
Menurut banyak riwayat, antara lain daripada Abdullah bin Umar bin  Khattab, Hajar Aswad berasal dari syurga. Riwayat oleh Sa’id bin Jubair  r.a daripada Ibnu Abbas daripada Ubay bin Ka’b r.a, menerangkan bahawa  Hajar Aswad dibawa turun oleh malaikat dari langit ke dunia. Abdullah  bin Abbas juga meriwayatkan bahawa Hajar Aswad ialah batu yang berasal  dari syurga, tidak ada sesuatu selain batu itu yang diturunkan dari  syurga ke dunia ini.
Riwayat-riwayat di atas disebutkan oleh Abu al-Walid Muhammad bin  Abdullah bin Ahmad al-Azraki (M.224 H/837 M), seorang ahli sejarah dan  penulis pertama sejarah Mekah.Tidak ditemukan informasi yang jelas  tentang siapa yang meletakkan Hajar Aswad itu pertama kali di tempatnya  di Kaabah; apakah malaikat ataukah Nabi Adam a.s.
Pada mulanya Hajar Aswad tidak berwarna hitam, melainkan berwarna  putih bagaikan susu dan berkilat memancarkan sinar yang  cemerlang.Abdullah bin Amr bin As r.a (7 SH-65 H) menerangkan bahawa  perubahan warna Hajar Aswad daripada putih menjadi hitam disebabkan  sentuhan orang-orang musyrik. Hal yang sama diungkapkan pula oleh Zubair  bin Qais (M. 76 H/65 M).
Dikatakannya bahawa sesungguhnya Hajar Aswad adalah salah satu batu  dunia yang berasal dari syurga yang dahulunya berwarna putih  berkilauan, lalu berubah menjadi hitam kerana perbuatan keji dan kotor  yang dilakukan oleh orang-orang musyrik.
Namun, kelak batu ini akan berwarna putih kembali seperti sedia  kala. Menurut riwayat Ibnu Abbas dan Abdullah bin Amr bin As, dahulu  Hajar Aswad tidak hanya berwarna putih tetapi juga memancarkan sinar  yang berkilauan. Sekiranya Allah s.w.t tidak memadamkan kilauannya,  tidak seorang manusia pun yang sanggup mamandangnya.
Pada tahun 606 M, ketika Nabi Muhammad s.a.w berusia 35 tahun,  Kaabah mengalami kebakaran besar sehingga perlu dibina kembali oleh Nabi  Muhammad s.a.w dan kabilah-kabilah terdapat di Mekah ketika itu. Ketika  pembangunan semula itu selesai, dan Hajar Aswad hendak diletakkan  kembali ke tempatnya, terjadilah perselisihan di antara kabilah-kabilah  itu tentang siapa yang paling berhak untuk meletakkan batu itu di  tempatnya.
Melihat keadaan ini, Abu Umayyah bin Mugirah dari suku Makzum,  sebagai orang yang tertua, mengajukan usul bahawa yang berhak untuk  meletakkan Hajar Aswad di tempatnya adalah orang yang pertama sekali  memasuki pintu Safa keesokan harinya.
Ternyata orang itu adalah Muhammad yang ketika itu belum menjadi  rasul. Dengan demikian, dialah yang paling berhak untuk meletakkan Hajar  Aswad itu di tempatnya. Akan tetapi dengan keadilan dan  kebijaksanaannya, Muhammad tidak langsung mengangkat Hajar Aswad itu.  Baginda melepaskan serbannya dan menghamparkannya di tengah-tengah  anggota kabilah yang ada.
Hajar Aswad lalu diletakkannya di tengah-tengah serban itu. Baginda  kemudian meminta para ketua kabilah untuk memegang seluruh tepi serban  dan secara bersama-sama mengangkat serban sampai ke tempat yang dekat  dengan tempat diletakkannya Hajar Aswad. Muhammad sendiri memegang batu  itu lalu meletakkannya di tempatnya. Tindakan Muhammad ini mendapat  penilaian dan penghormatan yang besar dari kalangan ketua kabilah yang  berselisih faham ketika itu.
Awalnya, Hajar Aswad tidak dihiasi dengan lingkaran pita perak di  sekelilingnya. Lingkaran itu dibuat pada masa-masa berikutnya. Menurut  Abu al-Walid Ahmad bin Muhammad al-Azraki (M. 203 H), seorang ahli  sejarah kelahiran Mekah, Abdullah bin Zubair adalah orang pertama yang  memasang lingkaran pita perak di sekeliling Hajar Aswad, setelah terjadi  kebakaran pada Kaabah.
Pemasangan pita perak itu dilakukan agar Hajar Aswad tetap utuh dan  tidak mudah pecah. Pemasangan pita perak berikutnya dilakukan pada 189  H, ketika Sultan Harun ar-Rasyid, Khalifah Uthmaniah (memerintah tahun  786-809 M), melakukan umrah di Masjidil Haram. Ia memerintahkan Ibnu  at-Tahnan, seorang pengukir perak terkenal ketika itu, untuk  menyempurnakan lingkaran pita perak di sekeliling Hajar Aswad dan  membuatnya lebih berkilat dan berkilau.
Usaha berikutnya dilakukan oleh Sultan Abdul Majid, Khalifah  Uthmaniah (1225-1277 H/1839-1861 M). Pada tahun 1268 H, baginda  menghadiahkan sebuah lingkaran emas untuk dililitkan pada Hajar Aswad,  sebagai pengganti lingkaran pita perak yang telah hilang. Lingkaran emas  itu kemudian diganti semula dengan lingkaran perak oleh Sultan Abdul  Aziz, Khalifah Uthmaniah (1861-1876 M).
Pada 1331 H, atas perintah Sultan Muhammad Rasyad (Muhammad V,  memerintah pada tahun 1909-1918), lingkaran pita perak itu diganti  dengan lingkaran pita perak yang baru. Untuk menjaga dan mengekalkan  keutuhannya, Hajar Aswad sering dililit dan dilingkari dengan lingkaran  pita perak.
.png)
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
0 komentar: